Friday, April 20, 2007

"Jamu,......Jamuuu.....!"


Sebagian besar masyarakat di Indonesia khususnya dan Asia pada umumnya, masih percaya pada obat-obatan hasil racikan nenek moyang mereka (jamu). Sebagian besar orang percaya pada keampuhan obat racikan ini karena pengalaman pernah meminumnya atau karena cerita turun temurun. Tetapi memang tidak bisa dipungkiri, banyak orang yang dengan “teratur” meminumnya akan mendapat khasiat dari obat tersebut.

Jamu memang masih bertahan dan diminati orang di tengah invasi obat-obtan hasil industri farmasi. Jamu lebih berfungsi “preventif” dan “promotif”, ketimbang “kuratif” yang merupakan domain obat-obat produk industri farmasi. Karena itu, pada kasus gangguan kesehatan yang bersifat mendesak, apalagi gawat darurat, penggunaan obat farmasi lebih bijaksana dan efektif.

Selain untuk menjaga kondisi tubuh tetap sehat, jamu juga dapat digunakan untuk merawat kecantikan bahkan kebahagiaan dan keindahan hidup termasuk seksual. Ilmu tentang jejamuan awalnya hanya dimiliki oleh “bangsawan” di keraton untuk menjaga keindahan raga dan kesehatan. Pada awal abad 17, ahli botani Belanda bernama Jacobus Bontius menemukan 60 jenis tanaman obat berkhasiat di Indonesia, dan menulisnya dalam buku Historia Naturalist et Medica Indiae. Penemuan ini dilanjutkan oleh Van Rheede, lalu disempurnakan oleh Gregorius Everhardus Rumphius yang berdiam di Maluku dan menghimpunnya dalam buku Herbarium Amboinense. Pada masa pendudukan jepang, saat obat-obatan modern sudah banyak dijumpai, terbitlah buku Formularium Medicamentorum Soloensis.

Kemuadian ilmu tentang jamu menyebar ke masyarakat luas terutama di sekitar tembok keraton. Jamu lalu mengalami komersialisasi sehingga mulai diperjual di warung oleh tabib atau dijajakan berkeliling oleh tukang-tukang jamu berkebaya. Namun sekarang sudah banyak toko yang khusus menjual berbagai jenis jamu yang ada di mana-mana, biasanya orang lebih suka pergi ke tempat ini karena kebersihan dan kualitas jamunya terjamin. Kasihan sama Mbok jamu yang harus muter-muter “gendong bakul” jamunya yah…………

No comments:

Post a Comment