Friday, February 09, 2007

Kisah 1000 Pangsit

Sebuah keluarga China selatan, keluarga miskin dengan 7 orang anak. Mereka sering mengalami kekurangan makanan, tetapi malam sebelum “Imlek” adalah saat yang paling dinantikan oleh anak-anak. Karena ibunda selalu berupaya untuk membuat pangsit (dumpling) untuk seluruh keluarga. Keesokan harinya, Imlek, pangsit menjadi makanan yang mewah untuk keluarga tersebut. Hari ke dua, ibunda akan meminta kita untuk membagikan pangsit yang masih ada kepada para tetangga. Ibunda selalu berkata “mereka adalah orang-orang miskin yang tidak bisa makan pangsit”. Biasanya Jasmine selalu bertanya, “ibu berapa banyak pangsit yang kamu buat ? Apakah cukup untuk dibagikan ?” Ibunda selalu menjawab: “1000 pangsit”, setelah itu anak-anak pergi untuk membagikannya kepada tetangga. Ibunda selalu berupaya untuk membuat 1000 pangsit setiap tahun untuk dibagikan kepada para tetangga yang juga miskin. Pada tahun 1980, ketika harga daging makin mahal, ibunda tetap membuatnya. Tentunya daging dalam pangsit semakin sedikit, tetapi 1000 pangsit untuk para tetangga tetap dibagikan.

Ketika anak-anak beranjak dewasa dan mengadu nasib di negri orang, mereka sering menghubungi ibundanya serta bertanya “Berapa banyak pangsit yang Ibu buat tahun ini?”. Sang Ibu selalu menjawab; “1000 pangsit, anakku”

Tahun demi tahun berlalu dengan cepat. Pendengaran sang Ibu sudah berkurang, dan Jasmine, yang berkesempatan untuk bekerja sebagai perawat di Singapura tidak selalu bisa pulang pada hari raya imlek setiap tahunnya, karena itu ia belajar membuat pangsit sendiri, dan sering mengundang teman-temannya untuk menikmati pangsit buatannya. Ia selalu menyempatkan diri untuk menelepon sang Ibu. “Ibu sudah tidak bisa membuat 1000 pangsit karena sudah terlalu tua. Apakah kamu bisa makan pangsit di Singapura?”
Ketika Jasmine menjawab ‘ya Bu, saya membuat pangsit sendiri’, sang Ibu begitu lega, dan suaranya tergetar ketika menutup telepon.
Beberapa hari kemudian, Jasmine ditelepon kakaknya yang mengatakan bahwa Ibu mereka menangis begitu hebat ketika menutup telepon.
Jasmine memikirkan hal tersebut, dan tiba-tiba tersadar bahwa selama ini sang Ibu mencoba mengajarkan arti ‘hospitality’ melalui hidupnya.
Ibu telah mengajarkan arti mengasihi sesama dengan cara membagikan pangsit untuk para tetangga. Membagikan kebahagiaan, kepada orang lain yang lebih membutuhkan...

Readers Digest Februari 2007

No comments:

Post a Comment