Monday, November 27, 2006

"Skizofrenia"

Mungkin kita pernah melihat seseorang yang sedang berdiam diri tiba-tiba berteriak tidak karuan, berlari ke sana kemari tanpa tujuan. Lalu berhenti dan diam. Lalu mengulangi perbuatan yang sama. Suasana hatinya juga bisa berubah dengan cepat. Orang semacam ini dinamakan “Skizofrenia”. Penyakit ini merupakan gangguan jiwa yang serius, cirinya adalah hilangnya respon emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal.

Penderita “Skizofrenia” ditandai dengan ketidakmampuan menilai “realita”, seperti mendengar suara-suara, berprilaku aneh, seringkali diikuti dengan “delusi” (keyakinan yang salah) dan “halusinasi” (persepsi tanpa ada ransang panca indera). Penyakit ini bisa diderita siapa saja, hanya saja gejalanya muncul pada “usia remaja akhir” atau “dewasa muda”. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun, sedangkan pada wanitalebih lambat, yaitu sekitar 25-35 tahun. Kondisi penderita sering lambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang penyakit ini, menyebabkan kebingungan dan penolakan, dan malah mencari pengobatan alternative contohnya ke “dukun” atau “orang pintar”.

Sampai saat ini penyebab “Skizofrenia” belum diketahui secara jelas, penelitian menunjukkan tanda-tanda yang kuat bahwa penyakit ini disebabkan oleh berbagai factor seperti, gangguan otak, ketidak seimbangan kimiawi otak dan gangguan struktur atau fungsi otak. Faktor keturunan juga berperan dalam terjadinya “Skizofrenia”. Resiko untuk menderita penyakit ini meningkat apabila ada anggota keluarga yang menderita sebelumnya. Faktor genetic memang berisiko tinggi, perkembangan kognitifnya sudah terjadi sebelum mereka lahir. Menurut salah seorang pakar ,kemunculan saat dewasa bisa terpicu oleh “stress”.

Untungnya “Skizofrenia” dapat disembuhkan, selain dengan obat harus juga dilakukan “rehabilitasi” maksudnya, pasien dilibatkan dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Kegiatannya harus disesuaikan dengan kemampuan individual pasien, bisa berupa terapi “kognitif”, terapi lukis atau terapi sosial. Pengobatan yang benar harus dilakukan secara “holistik”, menyeluruh dan berkesinambungan. Minum obat pun harus terus-menerus, tetapi bukan berarti ketergantungan. Lama kelamaan dosisnya bisa diturunkan, hal ini bertujuan untuk memperbaiki struktur “neurobiologi” nya.

Terapi lukis menjadi salah satu terapi yang efektif untuk menyembuhkan “Skizofrenia”, Seni bagi penderita penyakit ini sangat bervariasi bentuknya, karena ada berbagai bentuk dan symbol yang dapat diambil dari “dunia” Skizofrenia. Dari goresan garis bisa terbaca emosinya, apakah sedang marah, bohong, atau gugup. Selama proses melukis seperti terjadi “dialog” terus menerus dan tanpa banyak “ngomong”, mereka bisa menuangkan segala perasaannya. Ada yang melukis dengan sangat indah bak pelukis maestro, tapi ada juga yang hanya berupa guratan garis dan warna. Walaupun begitu aapa yang mereka lukiskan bukanlah tanpa makna. Semuanya menggambarkan emosi, jiwa, serta pengalaman yang pernah dialaminya. Tetapi semua pengobatan ini tidak ada gunanya, tanpa adanya dukungan dari “keluarga” dan “masyarakat” yang tinggal disekitar penderita “Skizofrenia”.
Kompas, Minggu 12 November 2006.

No comments:

Post a Comment